14.11.11

Sektor Informal

Di sekitar rumah saya ada seorang yang sangat sukses di bidang informal. Dia seorang pembuat tas. Dahulu dia hanya membuat tas dengan omset yang sangat kecil. Setelah beberapa tahun berjalan usahanya berkembang pesat, tadinya dia hanya membat tas hanya untuk anak-anak. Sekarang tas yang dibuatnya ada berbagai macam, dari tas untuk kaum ibu-ibu, remaja, dan anak-anak. Dahulu dia hanya mempunyai satu rumah, sekarang dia mempunyai lebih dari satu rumah, puluhan karyawan, dan beberapa mobil. Dia juga mempunyai beberapa kios di beberapa pusat grosir. Usaha yang dulu di rintis kecil-kecilan jika dibarengi dengan niat dan serius pasti akan berhasil.

Mengapa Koperasi Tidak Berkembang Pesat di Indonesia ?

Sebagai negara yang maju dan salah satu negara yang mempelopori berdirinya koperasi, koperasi Indonesia saya rasa sangat tidak pesat perkembangannya. Koperasi seperti anak bawang yang keberadaannya tidak di perhitungkan. Pertanyaan yang muncul dibenak saya adalah "ada apa dengan koperasi?". Koperasi sangat lamba sekali pertumbuhan dan perkembangannya. Koperasi sekarang mungkin hanya bisa ditemui di sekolah-sekolah ataupun desa. Berbeda sekali dengan minimart atau swalayan yang bisa ditemui dimana saja. Pada jaman sekarang persaingan semakin ketat antara usaha dagan. Koperasi tidak bisa berkembang mungkin salah satunya karena peminat dan kesadaran masyarakat akan koperasi itu berkurang atau bahkan tidak ada. Masyarakat jaman sekarang hanya menuntu dan mau segala sesuatu yang praktis-praktis saja padahal koperasi mengajarkan kita kepada hal-hal yang berjiwa sosial. Dan kemunculan badan usaha lain seperti swasta,waralaba, BUMN dll yang semakin modern sudah sangat "menyingkirkan" koperasi dalam kehidupan masyarakat. Peran pemerintah dalam memajukan koperasi juga sangat penting, tetapi dalam hal ini kita belum dapat melihat langkah nyata dari pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat melalui koperasi. Pemerintah sepertinya hanya fokus dalam hal-hal yang menyangkut kehidupan mereka saja.

BAPAK KOPERASI INDONESIA

Mohammad Hatta atau yang lebih di kenal dengan bung Hatta ada seorang tokoh proklamator, pejuang,negarawan, dan wakil presiden pertama yang menjabat di Indonesia. Beliau lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat pada tanggal 12 Agustus 1902.  Tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond. Rasa tanggung jawab dan disiplin menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta. Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun 1922, perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische Vereniging yang kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923. Pada awalnya beliau  bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik. Sewaktu Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri, bung Hatta juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden. Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971). Bung Hatta, wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.

source :
http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta
http://era90.blogspot.com/2010/09/profil-bung-hatta-legenda-negarawan.html

9.10.11

KOPERASI

Apa sih koperasi itu ? koperasi merupakan badan usaha yang dioperasikan oleh sekelompok orang untuk tujuan tertentu. Biasanya koperasi dibuat untuk mengambil keuntungan dan untuk mensejahterakan anggotanya. Tergantung dari jenis koperasi itu sendiri. Sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian, bahwa “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melaksanakan kegiatannya berdasar prinsip koperasi, sehingga sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.”  Jadi, koperasi menurut saya adalah badan usaha yang dibangun berdasarkan asas kekeluargaan yg bertujuan untuk mencari keuntungan dan mensejahterakan anggotanya.
Ada banyak jenis koperasi di Indonesia. Berdasarkan jenis usahanya koperasi dibagi menjadi 4 yaitu koperasi simpan pinjam, koperasi serba usaha, koperasi konsumsi dan koperasi produksi. Sedangkan berdasarkan keanggotaannya koperasi dibagi 3 yaitu koperasi unit desa (KUD), koperasi pegawai republik Indonesia, dan koperasi sekolah. Nah, disini saya akan mengulas secara dalam tentang koperasi sekolah, mengapa saya memilih koperasi sekolah ? karena koperasi sekolah adalah koperasi yang paling dekat dengan kita. Tetntunya semasa sekolah kita pernah merasakan bagaimana berkomunikasi atau berhubungan langsung dengan koperasi disaat kita membutuhkan sesuatu. Banyak sekali manfaat dari koperasi sekolah. Koperasi sekolah memudahkan siswa untuk mendapatkan sesuatu yang mereka butuhkan untuk keperluan sekolah mereka. Dan umumnya harga yang di tawarkan di koperasi sekolah lebih murah dibanding jika kita membeli di luar koperasi sekolah.

Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi
http://tunas63.wordpress.com/2008/11/24/macamjenis-koperasi/

14.5.11

OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Otonomi Daerah di Indonesia
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
  1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
  2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan. 
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan :
  1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
  2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
  3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
  1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
  2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
  3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju

Aturan Perundang-undangan

Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
  1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
  2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
  3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
  4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
  5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
  6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
  7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru

Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
  1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
  2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
  3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan),  dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.

Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru

Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu :
  1. melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
  2. pembentukan negara federal; atau
  3. membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
  1. Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
  2. Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
  3. Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
  4. Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
  5. Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
  6. Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
  7. Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
  8. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
  9. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
  10. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
  11. Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
  12. Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
  13. Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
  14. Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
  15. Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
SUMBER / REFERENSI :
  1. UUD 1945 pasal 18 ayat 2
  2. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Kedua, Pasal 11
  3. Kuncoro (2004), Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga
  4. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab I, Pasal 1, huruf c
  5. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab I, Pasal 1, huruf e
  6. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab I, Pasal 1, huruf b
  7. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab I, Pasal 1, huruf f
  8. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab I, Pasal 1, huruf d
  9. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Kelima, Paragrap 1, Pasal 15(1) dan Pasal 16(1)
  10. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Kelima, Paragrap 1, Pasal 17
  11. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Kelima, Paragrap 2, Pasal 22 dan Pasal 23
  12. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Ketujuh, Paragrap 2, Pasal 29
  13. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Bab III, Bagian Ketujuh, Paragrap 2, Pasal 30
  14. Kuncoro (2004), Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga
  15. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Bab III, Pasal 18(4)
  16. http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia 
Sabtu, 14 Mei 2011 pukul 13.30

26.4.11

PENDAPATAN PERKAPITA

Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut.

Dari pendapatan perkapita di berbagai daerah di Indonesia, saya akan mengambil contoh untuk daerah BANTEN. Pada tahun 2004 Provinsi Banten mendapatkan pendapatan perkapita sebesar 5.63%. Persentase ini sempat turun pada tahun 2005 menjadi 5.57%, namun pada tahun 2006 naik kembali menjadi 6.04%.
PDRB perkapita adalah total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB perkapita berbeda dengan pendapatan perkapita, akan tetapi seringkali PDRB perkapita menjadi proxy pendapatan perkapita. Untuk mengetahui pendapatan perkapita harus dihitung terlebih dahulu pendapatan penduduk Banten yang bekerja/berusaha di luar Banten dan pendapatan penduduk luar Banten yang berusaha/bekerja di Banten. PDRB perkapita provinsi Banten pada tahun 2005 mencapai Rp 9,09 juta atau meningkat 6,04 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang besarnya Rp 8,07 juta. PDRB perkapita terbesar pada tahun 2005 dimiliki oleh kota Cilegon yaitu Rp 38,61 juta, kemudian diikuti oleh Kota Tangerang sebesar Rp 19,80 juta dan kabupaten Tangerang Rp 7,22 juta. Sementara itu PDRB perkapita kabupaten Pandeglang dan Lebak tidak beranjak dari angka 4 jutaan,
yaitu masing-masing Rp 4,42 juta untuk Pandeglang dan Rp 4,28 juta untuk Lebak.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_perkapita

9.2.11

SISTEM EKONOMI & SISTEM EKONOMI INDONESIA

Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi merupakan cabang ilmu ekonomi yang membahas persoalan pengambilan keputusan dalam tata susunan organisasi ekonomi untuk menjawab persoalan-persoalanekonomi untuk mewujudkan tujuan nasional suatu negara.  Menurut Dumairy (1966), Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suat tatanan kehidupan, selanjutnya dikatakannya pula bahwa suatu sistem ekonomi tidaklah harus berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan falsafah, padangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak.  Sistem ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur saja dalam suatu supra sistem kehidupan masyarakat.  Sistem ekonomi merupakan bagian dari kesatuan ideologi kehidupan masyarakat di suatu negara.  Pada negara-negara yang berideologi politik leiberalisme dengan rezim pemerintahan yang demokratis, pada umumnya menganut ideologi ekonomi kapitalisme dengan pengelolaan ekonomi yang berlandaskan pada mekanisme pasar.   Di negara-negara ini penyelenggara kenegaraannya cendrung bersifat etatis dengan struktur birokrasi yang sentralistis.  Sistem ekonomi suatu negara dikatakan bersifat khas sehingga dibedakan dari sistem ekonomi yang berlaku atau diterapkan di negara lain.  Berdasarkan beberapa sudut tinjauan seperti :
1. Sistem pemilikan sumber daya atau faktor-faktor produksi
2. Keluwesan masyarakat untuk saling berkompentisi satu sama lain dan untuk
menerima imbalan atas prestasi kerjanya
3. Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya.
Macam-Macam Sistem Ekonomi
1.Sistem Ekonomi Liberal-Kapetalis
Sistem ekonomi liberal-kapitalis adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan yang besar bagi pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik bagi kepentingan individual atau sumber daya-sumber daya ekonomi atau faktor produksi.   Secara garis besar, ciri-ciri ekonomi liberal kapitalis adalah sebagai berikut :
a. Adanya pengakuan yang luas terhadap hak pribadi
b. Praktek perekonomian di atus menurut mekanisme pasar
c. Praktek perekonomian digerakan oleh motif keuntungan (profile motife)
2.Sistem Ekonomi Sosialis-Komunistik
Dalam sistem ekonomi sosialis-komunistis adalah kebalikannya, dimana sumber daya ekonomi atau faktor produksi dikuasai sebagai milik negara. Suatu negara yang menganut sistem ekonomi sosialis-komunis, menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memajukan perekonomian.
Dalam sistem ini yang menonjol adalah kebersamaan, dimana semua alat produksi adalah milik bersama (negara) dan didistribusikan untuk kepentingan bersama sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
3.Sistem Ekonomi Campuran (mixed ekonomi )
Sistem ekonomi campuran pada umumnya diterapkan oleh negara-negara berkembang atau negara-negara dunia ke tiga.
Beberapa negara di antaranya cukup konsisten dalam meramu sistem ekonomi campuran, dalam arti kadar kapitalisnya selalu lebih tinggi (contoh Filipina) atau bobot sosialismenya lebih besar (contoh India).   Namun banyak pula yang goyah dalam meramu campuran kedua sistem ini, kadang-kadang condong  kapitalistik.
Pada dasarnya sistem ekonomi campuran atau sistem ekonomi kerakyatan dengan persaingan terkendali, agaknya merupakan sistem ekonomi yang paling cocok untuk mengelola perekonomian di Indonesia, namun demikian akhir-akhir ini sistem ekonomi Indonesia semakin condong ke ekonomi liberal dan kapitalis hal ini ditandai dengan derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia dan banyaknya BUMN dan BUMD yang telah diprivatisasi. Kecenderungan tersebut dipacu derasnya arus globalisasi dan bubarnya sejumlah negara komunis di Eropa Timur yang bersistem ekonomi sosialisme-komunistik.
 
 
PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI INDONESIA 

a. Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Indonesia 

Pergulatan pemikiran tentang sistem ekonomi apa yang sebaiknya di diterapkan Indonesia telah dimulai sejak Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan pemikiran tersebut masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan pemikiran tentang Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) .  Menurut Sri-Edi Suwasono (1985), pergulatan pemikiran tentang SEP pada hakikatnya merupakan dinamika penafsiran tentang pasal-pasal ekonomi dalam UUD 1945. 


 b. Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia 
        
         -Sistem Demokrasi Ekonomi ( Orde Baru )

Sistem perkonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang berasaskan kekeluargaan dan gotong royong dari, oleh, dan untuk rakyat dibawah pimpinan dan pengawasan pemerintah. Landasan pada system ekonomi ini adalah Idiil ( Pancasila ) dan Konstitusional ( UUD 1945 ). 

                       -Sistem Ekonomi Kerakyatan ( Reformasi )

Masyarakat memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha.

c. Pasal Ekonomi Dalam UUD 1945
 
Pasal 33 UUD 1945, yang dimaksud dengan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah barang dan jasa yang vital bagi kehidupan manusia, dan tersedia dalam jumlah yang terbatas.  Tinjauan terhadap vital tidaknya suatu barang tertentu terus mengalami perubahan sesuai dengan dinamika pertumbuhan ekonomi, peningkatan taraf hidup dan peningkatan permintaan.
Dengan demikian penafsiran pasal-pasal di ataslah yang banyak mendominasi pemikiran Sistem Ekonomi Pancasila. Pemikiran tentang Sistem Ekonomi Pancasila sudah banyak, namun ada beberapa yang perlu dibahas secara rinci karena mereka merupakan faunding father dan juga tokoh- tokoh ekonomi yang ikut mewarnai sistem ekonomi kita, diantaranya : 

1. Mohammad Hatta (Bung Hatta) 

Bung Hatta selain sebagai tokoh Proklamator bangsa Indonesia, juga dikenal sebagai perumus pasal 33 UUD 1945. Bung Hatta menyusun pasal 33 didasari pada pengalaman pahit bangsa Indonesia yang selama berabad-abad dijajah oleh bangsa asing yang menganut sitem ekonomi liberal-kapitalistik. Penerapan sistem ini di Indonesia telah menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan, oleh karena itu menurut Bung Hatta sistem ekonomi yang baik untuk diterapkan di Indonesia harus berasakan kekeluargaan.

2. Wipolo
 
Pemikiran Wipolo disampaikan pada perdebatan dengan Wijoyo Nitisastro tentang pasal 38 UUDS (pasal ini identik dengan pasal 33 UUD 1945), 23 september 1955.menurut Wilopo, pasal 33 memiliki arti Sistem Ekonomi Pancasila sangat menolak sistem liberal, karena itu Sistem Ekonomi Pancasila juga menolak sektor swasta yang merupakan penggerak utama sistem ekonomi liberal-kapitalisti.

3. Wijoyo Nitisastro

Pemikiran Wijoyo Nitisastro ini merupakan tanggapan terhadap pemikiran Wilopo. Menurut Wijoyo Nitisastro, pasal 33 UUD 1945 sangat ditafsirkan sebagai penolakan terhadap sektor swasta. 

4. Mubyarto 

Menurut Mubyarto, Sistem Ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang bukan kapitalis dan juga sosialis. Salah satu perbedaan Sistem Ekonomi Pancasila dengan kapitalis atau sosialis adalah pandangan tentang manusia. Dalam sistem kapitalis atau sosialis, manusia dipandang sebagai mahluk rasional yang memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan akan materi saja. 

5. Emil Salim 

Konsep Emil Salim tentang Sistem Ekonomi Pancasila sangat sederhana, yaitu sistem ekonomi pasar dengan perencanaan. Menurut Emil Salim, di dalam sistem tersebutlah tercapai keseimbangan antara sistem komando dengan sistem pasar.  Lazimnya suatu sistem ekonomi bergantung erat dengan paham-ideologi yang dianut suatu Negara.
Sumitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di hadapan School of Advanced  International Studies di Wasington, AS Tanggal 22 Februari 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan bangsa Indonesia adalah suatu macam ekonomi campuran. Lapangan-lapangan usaha tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam lingkungan usaha swasta.

d. Pelaku ekonomi dalam system ekonomi Indonesia
- Badan Usaha Milik Negara ( BUMN )
- Badan Usaha Milik Swasta ( BUMS )
- Koperasi

source :

PERKEMBANGAN SISTEM EKONOMI INDONESIA



a. Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Indonesia 

Pergulatan pemikiran tentang sistem ekonomi apa yang sebaiknya di diterapkan Indonesia telah dimulai sejak Indonesia belum mencapai kemerdekaannya. Sampai sekarang pergulatan pemikiran tersebut masih terus berlangsung, hal ini tecermin dari perkembangan pemikiran tentang Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) .  Menurut Sri-Edi Suwasono (1985), pergulatan pemikiran tentang SEP pada hakikatnya merupakan dinamika penafsiran tentang pasal-pasal ekonomi dalam UUD 1945. 


 b. Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia 
        
         -Sistem Demokrasi Ekonomi ( Orde Baru )

Sistem perkonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang berasaskan kekeluargaan dan gotong royong dari, oleh, dan untuk rakyat dibawah pimpinan dan pengawasan pemerintah. Landasan pada system ekonomi ini adalah Idiil ( Pancasila ) dan Konstitusional ( UUD 1945 ). 

           -Sistem Ekonomi Kerakyatan ( Reformasi )

Masyarakat memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha.

c. Pasal Ekonomi Dalam UUD 1945
 
Pasal 33 UUD 1945, yang dimaksud dengan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah barang dan jasa yang vital bagi kehidupan manusia, dan tersedia dalam jumlah yang terbatas.  Tinjauan terhadap vital tidaknya suatu barang tertentu terus mengalami perubahan sesuai dengan dinamika pertumbuhan ekonomi, peningkatan taraf hidup dan peningkatan permintaan.
Dengan demikian penafsiran pasal-pasal di ataslah yang banyak mendominasi pemikiran Sistem Ekonomi Pancasila. Pemikiran tentang Sistem Ekonomi Pancasila sudah banyak, namun ada beberapa yang perlu dibahas secara rinci karena mereka merupakan faunding father dan juga tokoh- tokoh ekonomi yang ikut mewarnai sistem ekonomi kita, diantaranya : 

1. Mohammad Hatta (Bung Hatta) 

Bung Hatta selain sebagai tokoh Proklamator bangsa Indonesia, juga dikenal sebagai perumus pasal 33 UUD 1945. Bung Hatta menyusun pasal 33 didasari pada pengalaman pahit bangsa Indonesia yang selama berabad-abad dijajah oleh bangsa asing yang menganut sitem ekonomi liberal-kapitalistik. Penerapan sistem ini di Indonesia telah menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan, oleh karena itu menurut Bung Hatta sistem ekonomi yang baik untuk diterapkan di Indonesia harus berasakan kekeluargaan.

2. Wipolo
 
Pemikiran Wipolo disampaikan pada perdebatan dengan Wijoyo Nitisastro tentang pasal 38 UUDS (pasal ini identik dengan pasal 33 UUD 1945), 23 september 1955.menurut Wilopo, pasal 33 memiliki arti Sistem Ekonomi Pancasila sangat menolak sistem liberal, karena itu Sistem Ekonomi Pancasila juga menolak sektor swasta yang merupakan penggerak utama sistem ekonomi liberal-kapitalisti.

3. Wijoyo Nitisastro

Pemikiran Wijoyo Nitisastro ini merupakan tanggapan terhadap pemikiran Wilopo. Menurut Wijoyo Nitisastro, pasal 33 UUD 1945 sangat ditafsirkan sebagai penolakan terhadap sektor swasta. 

4. Mubyarto 

Menurut Mubyarto, Sistem Ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang bukan kapitalis dan juga sosialis. Salah satu perbedaan Sistem Ekonomi Pancasila dengan kapitalis atau sosialis adalah pandangan tentang manusia. Dalam sistem kapitalis atau sosialis, manusia dipandang sebagai mahluk rasional yang memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan akan materi saja. 

5. Emil Salim 

Konsep Emil Salim tentang Sistem Ekonomi Pancasila sangat sederhana, yaitu sistem ekonomi pasar dengan perencanaan. Menurut Emil Salim, di dalam sistem tersebutlah tercapai keseimbangan antara sistem komando dengan sistem pasar.  Lazimnya suatu sistem ekonomi bergantung erat dengan paham-ideologi yang dianut suatu Negara.
Sumitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di hadapan School of Advanced  International Studies di Wasington, AS Tanggal 22 Februari 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan bangsa Indonesia adalah suatu macam ekonomi campuran. Lapangan-lapangan usaha tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam lingkungan usaha swasta.

d. Pelaku ekonomi dalam system ekonomi Indonesia
- Badan Usaha Milik Negara ( BUMN )
- Badan Usaha Milik Swasta ( BUMS )
- Koperasi

source :

SISTEM EKONOMI


Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi merupakan cabang ilmu ekonomi yang membahas persoalan pengambilan keputusan dalam tata susunan organisasi ekonomi untuk menjawab persoalan-persoalanekonomi untuk mewujudkan tujuan nasional suatu negara.  Menurut Dumairy (1966), Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suat tatanan kehidupan, selanjutnya dikatakannya pula bahwa suatu sistem ekonomi tidaklah harus berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan falsafah, padangan dan pola hidup masyarakat tempatnya berpijak.  Sistem ekonomi sesungguhnya merupakan salah satu unsur saja dalam suatu supra sistem kehidupan masyarakat.  Sistem ekonomi merupakan bagian dari kesatuan ideologi kehidupan masyarakat di suatu negara.  Pada negara-negara yang berideologi politik leiberalisme dengan rezim pemerintahan yang demokratis, pada umumnya menganut ideologi ekonomi kapitalisme dengan pengelolaan ekonomi yang berlandaskan pada mekanisme pasar.   Di negara-negara ini penyelenggara kenegaraannya cendrung bersifat etatis dengan struktur birokrasi yang sentralistis.  Sistem ekonomi suatu negara dikatakan bersifat khas sehingga dibedakan dari sistem ekonomi yang berlaku atau diterapkan di negara lain.  Berdasarkan beberapa sudut tinjauan seperti :
1. Sistem pemilikan sumber daya atau faktor-faktor produksi
2. Keluwesan masyarakat untuk saling berkompentisi satu sama lain dan untuk
menerima imbalan atas prestasi kerjanya
3. Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya.
Macam-Macam Sistem Ekonomi
1.Sistem Ekonomi Liberal-Kapetalis
Sistem ekonomi liberal-kapitalis adalah suatu sistem yang memberikan kebebasan yang besar bagi pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik bagi kepentingan individual atau sumber daya-sumber daya ekonomi atau faktor produksi.   Secara garis besar, ciri-ciri ekonomi liberal kapitalis adalah sebagai berikut :
a. Adanya pengakuan yang luas terhadap hak pribadi
b. Praktek perekonomian di atus menurut mekanisme pasar
c. Praktek perekonomian digerakan oleh motif keuntungan (profile motife)
2.Sistem Ekonomi Sosialis-Komunistik
Dalam sistem ekonomi sosialis-komunistis adalah kebalikannya, dimana sumber daya ekonomi atau faktor produksi dikuasai sebagai milik negara. Suatu negara yang menganut sistem ekonomi sosialis-komunis, menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memajukan perekonomian.
Dalam sistem ini yang menonjol adalah kebersamaan, dimana semua alat produksi adalah milik bersama (negara) dan didistribusikan untuk kepentingan bersama sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
3.Sistem Ekonomi Campuran (mixed ekonomi )
Sistem ekonomi campuran pada umumnya diterapkan oleh negara-negara berkembang atau negara-negara dunia ke tiga.
Beberapa negara di antaranya cukup konsisten dalam meramu sistem ekonomi campuran, dalam arti kadar kapitalisnya selalu lebih tinggi (contoh Filipina) atau bobot sosialismenya lebih besar (contoh India).   Namun banyak pula yang goyah dalam meramu campuran kedua sistem ini, kadang-kadang condong  kapitalistik.
Pada dasarnya sistem ekonomi campuran atau sistem ekonomi kerakyatan dengan persaingan terkendali, agaknya merupakan sistem ekonomi yang paling cocok untuk mengelola perekonomian di Indonesia, namun demikian akhir-akhir ini sistem ekonomi Indonesia semakin condong ke ekonomi liberal dan kapitalis hal ini ditandai dengan derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia dan banyaknya BUMN dan BUMD yang telah diprivatisasi. Kecenderungan tersebut dipacu derasnya arus globalisasi dan bubarnya sejumlah negara komunis di Eropa Timur yang bersistem ekonomi sosialisme-komunistik. 

source : http://www.scribd.com/doc/19623974/Sistem-Ekonomi-Indonesia (tanggal  9/2/2011, pukul 16.35)